DPD RI Gelar Raker di Surabaya Bahas Kasus Pelecehan Seksual Eks Perawat National Hospital

SURABAYA - Infosatunews.Com, Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) angkat bicara terkait dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang perawat di Surabaya.
Pimpinan komite III DPD RI mendorong pihak Rumah Sakit, pasien ataupun perawat saling introspeksi diri menyikapi kasus tersebut.

Hal ini disampaikan Komite III DPD RI dalam Rapat Kerja Daerah bersama Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur Prof Nursalam dan CEO RS National Hospital Hans Wijaya di Kantor Dewan Pimpinan Wilayah PPNI di Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (10/2/2018).

Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris mengingatkan polisi untuk melakukan proses penyidikan secara adil, transparan, dan proporsional. Polisi juga harus berpegang pada asas-asas hukum dan bukti bukti yang ada, dan tidak terintervensi terhadap opini publik yang berkembang luas serta tak terburu-buru dalam mengambil keputusan hukum sebelum mendapatkan rekomendasi dari pihak-pihak terkait.

Dalam kasus ini polisi dan pihak rumah sakit harus berhati-hati dan bijak dalam mengambil keputusan. Jangan sampai mengambil keputusan yang merugikan pihak tertentu.
"Tidak boleh tergesa-gesa menyimpulkan perawat melakukan pelecehan seksual, sebelum ada bukti-bukti yang kuat,� kata Fahira

Menurut Fahira polisi juga perlu mempertimbangkan pendapat dari Majelis Kehormatan Etik Keperawatan PPNI Jawa Timur yang hasil kajiannya menyatakan perawat ZA tidak melanggar kode etik keperawatan sebagaimana ramai beritakan, bahkan bisa juga meminta pendapat ahli profesi keperawatan dan dokter bila diperlukan.

Menurutnya, profesi perawat yang sangat luhur. Apabila perawat sudah bekerja sesuai prosedur standar operasi (SOP) kita justru perlu berikan apresiasi. "Sehingga, dalam memutus kasus ini penegak hukum jangan sampai di intervensi. Manfaat dan mudaratnya perlu dipikirkan matang-matang,� tegasnya.

Fahira juga berharap agar kejadian serupa tidak terulang. Katanya, ke depan perlu menawarkan terlebih apakah pasien hendak dilayani oleh perawat perempuan atau laki-laki? "Khusus untuk pasien perempuan, SOP menanyakan kepada pasien apakah bersedia dilayani oleh perawat lelaki atau hanya bersedia dilayani dengan perawat perempuan wajib dilakukan. Untuk mencegah terjadi salah paham dikemudian hari," ujarnya.

Wakil Ketua Komite III Abdul Aziz meminta publik tidak membuat stigma negatif terlebih dahulu kepada perawat ZA, sebelum ada keputusan hukum yang final.

"Kita sama-sama saling menghormati. Tapi jangan menghasut atau memfitnah seolah-olah perawat ZA sudah terbukti bersalah," katanya.

Wakil Ketua Komite III DPD RI Delis Julkarson Hehi mengatakan hal serupa. Menurutnya, publik juga harus bersikap kritis dan cerdas dalam menyikapi kasus ini.(har)

Gambar tema oleh Petrovich9. Diberdayakan oleh Blogger.